Gw Punya

Senin, 16 Juni 2014

inilah lirik lagu you'll never walk alone

Lirik Lagu You'll Never Walk Alone



When you walk through a storm
Hold your head up high
And don't be afraid of the dark
...At the end of the storm
There's a golden star (sky)
And the sweet silver song of a lark

Walk on...
Through the rain...
Walk on...
Through the rain
Walk through the wind
And your dreams be tossed and blown...

Walk on... (walk on)
Walk on... (walk on)
With hope (with hope)
In your heart...
And you'll never walk alone
You'll never walk alone.
Alone...

Walk on... (walk on)
Walk on... (walk on)
With hope (with hope)
In your heart...
And you'll never walk alone
You'll never walk alone.
Alone...

You'll never...
You'll never walk alone...

Walk on... (walk on)
Walk on... (walk on)
With hope (with hope)
In your heart...
And you'll never walk alone
You'll never walk alone.
Alone...

You'll never walk...
You'll never walk alone...

asal usul lagu you'll never walk alone

ASAL USUL LAGU "YOU'LL NEVER WALK ALONE"



lagu "You'll Never Walk Alone" ditulis oleh Richard Rodgers dan Oscar Hammerstein II untuk sebuah acara musik pada tahun 1945

Pada tahun 1958, lagu ini untuk pertama kalinya didengarkan oleh fans United dalam sebuah pertandingan di stadium mereka iaitu Old Trafford. Fans United terus menyanyikan lagu ini hingga 1963, ketika band asal liverpool Gerry & The Pacemakers merakam lagu ini untuk dirilis sebagai single. maka dengan sebab itu KIPAS SUSAH MATI United telah menghapuskan "You'll Never Walk Alone" dalam senarai nyanyian mereka.

Pada 4 November 1963, lagu "You'll Never Walk Alone" telah mencapai urutan teratas dalam carta lagu Pop Inggeris mengalahkan lagu 'I Wanna Hold Your Hand" - The Beatles
Seterusnya lagu ini telah menjadi lagu rasmi LIVERPOOL dan menjadi anthem bagi kelab-kelab lain antaranya Celtic,Feyenoord, FC Twente dan banyak lagi.

kenangan

kenangan liverpool

Ian Rush - Striker LFC, 1980-1996

Hanya satu kata yang dapat menjabarkan karir Ian Rush di Liverpool: Gol. Pemain asal Wales ini mencetak 346 gol dari 660 penampilan, sebuah rekor klub yang sangat sulit dilampaui.
Tidak ada yang dapat mengguncang the Kop lebih daripada sebuah gol, dan Rush adalah orang yang dapat menyebabkan 'kerusakan' pada tribun legendaris tersebut. Terlebih lagi, instingnya dalam mencetak gol memainkan peranan penting bagi the Reds dalam mendominasi permainan sepanjang dekade 1980an. Di Anfield, ia sangat dicintai. Di Eropa, ia menjadi sosok yang sangat ditakuti dan disegani.

Bob Paisley - Manajer LFC, 1974-1983

20 trofi dalam 9 musim - tidak buruk bagi seseorang yang bahkan tidak ingin untuk menjadi manajer Liverpool FC.
Mengikuti jejak legendaris Bill Shankly adalah tugas yang mustahil bagi banyak orang, tetapi Paisley mampu menunjukkan taringnya. Pencapaiannya dalam waktu yang sangat singkat sebagai manajer - termasuk memenangkan 3 Piala Champions - tidak dapat diremehkan, atau dilampaui. Tidak diragukan lagi, di dunia sepakbola ia dikenal sebagai sang Manager of the Millenium.

Ian Callaghan - Pemain Tengah LFC, 1960-1978

Tidak ada seorangpun yang pernah bermain untuk Liverpool melebihi Ian Callaghan. Kemungkinannya: tidak akan pernah ada. Cally mengenakan lambang Liver bird di dadanya sebanyak 857 kali selama 18 tahun karirnya di klub ini. Tidak ada panutan yang lebih baik bagi para pemain baru dari seorang pemain tengah yang tindakannya melambangkan segala sesuatu yang baik dari sepakbola itu sendiri.
Pria sejati kelahiran Toxteth ini adalah satu-satunya pemain yang bertahan sejak Liverpool masih berada di Divisi Dua, hingga akhirnya menapaki puncak sepakbola Eropa. Sepanjang perjalanannya, ia mendapatkan tiap penghargaan yang ada, termasuk penghargaan tertinggi dari rekan-rekannya dan dari para fans, serta ia hanya sekali mendapatkan kartu peringatan.

Kenny Dalglish - Pemain dan Manajer LFC, 1977-1991 and 2011-2012

Hanya akan ada satu Raja dan tokoh yang berhak duduk di singgasana Anfield, dan orang tersebut adalah Kenneth Mathieson Dalglish. Dengan tangan dinginnya dan pengetahuan sepakbolanya, King Kenny dihormati oleh Liverpudlian sebagai pemain terbesar yang pernah bermain untuk Liverpool.
Sebelum ia bergabung di bulan Agustus 1977, tim asuhan Bob Paisley terlihat sangat kesulitan saat meraih Piala Champions pertamanya. Tetapi dengan adanya sosok influensial seperti Dalgish di dalam tim, 13 tahun berikutnya menjadi tahun-tahun yang terbaik bagi Liverpool FC. Sebagai pemain yang bertalenta, apa yang ia capai sebagai manajer Liverpool menegaskan status legendarisnya dengan memberi dua gelar di tahun 1986, diikuti dengan titel Liga Inggris tahun 1988 dan 1990, ditambah lagi dengan Piala FA dari all-Merseyside final di tahun 1989.

Graeme Souness - Pemain Tengah LFC, 1978-1984

Seorang pesepakbola dengan kepiawaian pemain biola - itulah bagaimana seseorang mendeskripsikan Graeme Souness. Ia adalah seorang pemain tengah yang memiliki keberanian luar biasa dengan sentuhan yang sangat halus. Souness turut serta membawa 15 trofi ke Anfield selama enam tahun karirnya di klub, dan menjadi salah satu dari empat kapten the Reds yang mengangkat Piala Champions.
Di puncak karirnya, sang 'Emperor of Anfield' ini dipandang sebagai seorang pemain tengah serba bisa, dan penghargaan ini tidak berubah meski ia tidak berhasil sebagai manajer.


Albert Stubbins - Striker LFC, 1946-1953

Penyerang tengah Albert Stubbins adalah salah satu pemain Liverpool yang sangat terkenal setelah Perang Dunia Kedua. Ia telah menjadi pemain yang subur dan berpengalaman ketika bergabung dari Newcastle tahun 1946, ia mencetak 232 gol di 190 pertandingannya semasa era Perang Dunia. Gol pertamanya ia ciptakan di kandang Bolton dan mengakhiri musim sebagai Juara Liga Championship serta menjadi pencetak gol terbanyak klub dengan 24 gol.
Secara keseluruhan, ia tampil sebanyak 178 kali bersama tim utama dan mengakhiri karirnya di Merseyside dengan mengemas total 83 gol.

Robbie Fowler - Striker LFC, 1992-2001 and 2006-2007

Ditahbiskan sebagai 'God' oleh the Kop, Robbie Fowler adalah salah satu pemain yang sangat dicintai dalam sejarah Anfield. Sebagai Evertonian di masa kecilnya, ia mencetak debutnya di pertandingan Piala Liga melawan Fulham, sebelum kemudian penonton dan pundit dibuat kagum dengan 5 golnya sekaligus pada leg kedua di Anfield. Ditambah dengan hat-trick tercepat dalam sejarah Liga Premier ketika melawan Arsenal, ia berubah dari seorang pemain yang menjanjikan - menjadi seorang superstar di musim pertamanya.
Kepopuleran Fowler di antara fans menyamai Kenny Dalglish, dan dirinya menjadi sosok yang penting bagi Liverpool dalam memenangkan Treble di tahun 2001.

Phil Neal - Pemain Belakang LFC, 1974-1985

Phil Neal adalah pemain dengan gelar juara terbanyak dalam sejarah Liverpool. Pada kenyataannya, tidak ada seorang pemain Inggris yang dapat meraih medali sebanyak dirinya. Bek tangguh ini turut serta membawa 22 piala ke dalam ruang trofi Anfield serta menjadi satu-satunya pemain Liverpool yang membawa timnya memenangkan empat Piala Champions.
Julukan 'Mr Consistency' melekat erat pada dirinya selama ia bermain untuk Liverpool. Ditarik dari tim Divisi Empat dengan nilai kontrak sebesar £66,000 di bulan Oktober 1974, mantan pemain Northampton Town ini adalah pilihan pertama Bob Paisley dan terbukti menjadi yang paling berkesan. Ia meninggalkan Anfield dengan setumpuk medali, termasuk 4 Piala Champions, 8 titel Liga Inggris, 4 Piala Liga dan satu Piala UEFA.

Bill Shankly - Manajer LFC, 1959-1974

Bill Shankly adalah figur yang terpopuler dalam sejarah Liverpool FC. Sebagai seseorang yang kharismatik, ia menyadari mimpinya dalam mengubah klub ini menjadi kekuatan yang paling dominan di persepakbolaan Inggris. Semangatnya terpancar dari awal sejarah LFC berdiri.
Namanya bersinonim dengan pengertian 'the Liverpool way', warisannya telah menguasai Eropa sebanyak lima kali dan memonopoli kompetisi domestik selama lebih dari dua dekade. Sampai hari ini, semangat dari seseorang yang menjuarai Piala FA pertama bagi Liverpool di tahun 1965 tetap jaya di Anfield, dimana patungnya berdiri di depan the Kop yang ia cintai dan Shankly Gates dengan menyandang kata-kata yang abadi, 'You'll Never Walk Alone'.

John Barnes - Pemain Tengah LFC, 1987-1997

Tidak ada pemandangan yang lebih indah di dalam sepakbola seperti kemegahan John Barnes ketika menyusuri sisi lapangan. Datang ke Liverpool bersama dengan penyerang yaitu John Aldridge dan Peter Beardsley, Barnes adalah gabungan sempurna dari keahlian dan kekuatan. Kaki kirinya telah menjatuhkan banyak tim, sepanjang Liverpool membawa sepakbola Inggris ke tingkatan yang lebih tinggi dengan membukukan rekor 29 pertandingan tanpa kekalahan, dan mengamankan titel Liga ke-17.
Tidak mengejutkan jika ia meraih gelar Pemain Terbaik di tahun 1987-88. Kualitas yang ia miliki telah membawanya ke bagian sejarah Liverpool yang terbaik - seperti yang pernah dikatakan oleh Bob Paisley, seragam No.7 akan selalu melekat dengan Kenny Dalglish, demikian juga seragam No.10 akan menjadi milik Barnes selamanya

Joe Fagan - Manajer LFC, 1983-1985

Sebagai pekerja yang efektif dan pendiam di belakang layar, naiknya Joe Fagan ke singgasana Anfield adalah sesuatu yang logis - setelah ia menempati posisi di bawah Bob Paisley ketika Bill Shankly mundur tahun 1974.
Bukanlah tugas yang mudah untuk mengikuti Paisley dan sederet trofi yang diraih selama masa jabatannya, tetapi bagi Fagan hal tersebut adalah sebuah tantangan. Ia berhasil memimpin the Reds menuju treble Liga Inggris, Piala Champions dan Piala Liga.
Di bawah Fagan, the Reds bermain dengan tenang, mengukur efisiensi, dengan tiap bagian berfungsi dalam keseimbangan dan keharmonisan. Ia meninggal dunia pada bulan Juli 2001 di usia 80 tahun, tetapi Joe akan selamanya dikenang sebagai salah satu manajer terbaik the Reds, dan salah seorang penghuni terbesar Bootroom.

Billy Liddell - Pemain Sayap LFC, 1939-1961

Bagi beberapa generasi Liverpudlian, Billy Liddell akan tetap menjadi pemain terbesar yang pernah mengenakan seragam merah. Karena pengaruhnya yang besar dan sebagai bentuk penghormatan, suporter bahkan memberi julukan pada klub yang diambil dari namanya: Liddellpool.
Pemain sayap ini naik ke permukaan di tengah masa-masa kelam pada dekade 1950an ketika the Kop bersedih akibat masuk ke zona degradasi dan gagal meraih piala apapun. Sepanjang era kemandulan yang hampir tidak tercatat di dalam sejarah Liverpool, pemain asal Skotlandia ini memastikan bahwa ribuan pendukung klub tetap memadati Anfield dan turut serta menjaga klub ini berada di atas permukaan sepakbola Inggris.

Ian St John - Striker LFC, 1961-1971

Ian St John bertanggung jawab atas satu-satunya momen terbaik di era Shankly. Adalah golnya di masa extra time yang membawa klub meraih Piala FA untuk pertama kalinya tahun 1965 dengan perayaan oleh ratusan ribu pendukung yang tumpah ruah memadati jalan kota Liverpool.
Bahkan sampai hari ini, setelah malam-malam Eropa yang luar biasa di Roma dan Istanbul, kemenangan pertama di Wembley itu masih dikenang sebagai salah satu momen terbaik LFC. Kontribusi St John bagi the Reds tidaklah hanya sebuah gol, pemain asal Skotlandia ini adalah figur penting dalam transformasi Liverpool FC dari tim Divisi Dua menjadi salah satu klub yang sangat ditakuti di Eropa.

Rafael Benitez - Manajer LFC, 2004 - 2010

Ia adalah Mesias dari Spanyol, seorang jenius dalam taktik, yang mengembalikan reputasi Liverpool sebagai salah satu klub terbesar di Eropa, dan memimpin tim menuju salah satu kemenangan terbaik LFC di dalam sejarah. Tahun pertama Benitez di Inggris berakhir seperti dongeng, tahun yang berakhir dengan pencapaiannya di Eropa yang sudah pasti menempatkannya di tempat terbaik dalam sejarah Anfield.
Jika dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan oleh Bill Shankly dalam membangun Liverpool menjadi sebuah kekuatan yang ditakuti, Benitez melakukan hal tersebut dalam waktu yang singkat, dan menghapus kekecewaan atas posisi lima di Liga Premier menjadi sebuah keberhasilan dengan meraih sukses di Eropa untuk kelima kalinya. Untuk merangkum legendanya hanya dalam enam menit mungkin akan mengecilkan seluruh kesuksesannya, tapi beberapa menit tersebutlah yang menjadi momen terpenting setelah paruh pertama di pertandingan hari Rabu, 25 Mei 2005. Yang pasti, suporter Liverpool tidak akan melupakan keajaiban di Istanbul.

Roger Hunt - Striker LFC, 1958-1969

Sebagai satu-satunya pemain yang menerima gelar kehormatan Ksatria dari Anfield, Roger Hunt adalah salah satu figur yang paling populer yang pernah mengenakan seragam merah. Alasan mengapa ia belum dianugerahi gelar 'Sir' oleh Ratu Inggris sangatlah sulit dipahami, terutama ketika ia menjadi satu-satunya pemain the Reds yang bertanding dan menjadi starter untuk Inggris ketika menjuarai Piala Dunia tahun 1966.
Alasan mengapa Hunt akan selalu dikenang di Merseyside adalah karena kesuksesannya di klub. Sebelum era Ian Rush, Hunt membukukan rekor sebagai pencetak gol terbanyak, dan sampai hari ini tidak ada yang bisa mencetak gol bagi Liverpool lebih banyak dari dirinya di Liga.

peristiwa penting liverpool

Perjalanan Liverpool untuk Menuju yang kelima


25 Mei 2005, 7 tahun yang lalu, Ataturk Stadium di kota Istanbul, Turkey. Sebuah final kompetisi sepakbola terbesar Eropa baru saja akan di mulai saat 2 team dari 2 negara berbeda datang ke stadium tersebut untuk mencoba meraih mimpi mereka demi merebut sebuah kehormatan tertinggi di kasta sepakbola Eropa. Mereka adalah AC Milan dan Liverpool. Namun keduanya tidak akan mengira kalau final ini akan menjadi final Liga Champion terhebat yang pernah ada. The Greatest Comeback Final Ever, adalah julukan yang diberikan di saat akhir pertandingan merujuk ke final dengan tingkat tensi tinggi selama 120 menit plus 9 menit waktu saat adu penalty dilakukan. Final ini bukan saja mempertarukan gengsi antara kedua kutub sepakbola yang mempunyai gaya yang bermain berbeda melainkan juga pembuktian apakah Liverpool mampu mematahkan kutukan 20 tahun sejak terakhir Liverpool menjuarainya 1984 di Roma sebelum Liverpool vakum dari keikutsertaan mereka di Liga Champions akibat hukuman selama 5 tahun dri UEFA atas tragedy Hesyel di tahun 1985. Liverpool membawa serta 18 punggawanya ke Atartuk Stadium tanpa terkecuali Dietmar Hamman yang 3 hari sebelumnya mengalami masalah dengan hamstring namun dia tidak akan pernah menyangka bahwa perannya nanti sangat vital.
25 Mei 2005, 6 tahun yang lalu, Ataturk Stadium di kota Istanbul, Turkey. Sebuah final kompetisi sepakbola terbesar Eropa baru saja akan di mulai saat 2 team dari 2 negara berbeda datang ke stadium tersebut untuk mencoba meraih mimpi mereka demi merebut sebuah kehormatan tertinggi di kasta sepakbola Eropa. Mereka adalah AC Milan dan Liverpool. Namun keduanya tidak akan mengira kalau final ini akan menjadi final Liga Champion terhebat yang pernah ada. The Greatest Comeback Final Ever, adalah julukan yang diberikan di saat akhir pertandingan merujuk ke final dengan tingkat tensi tinggi selama 120 menit plus 9 menit waktu saat adu penalty dilakukan. Final ini bukan saja mempertarukan gengsi antara kedua kutub sepakbola yang mempunyai gaya yang bermain berbeda melainkan juga pembuktian apakah Liverpool mampu mematahkan kutukan 20 tahun sejak terakhir Liverpool menjuarainya 1984 di Roma sebelum Liverpool vakum dari keikutsertaan mereka di Liga Champions akibat hukuman selama 5 tahun dri UEFA atas tragedy Hesyel di tahun 1985. Liverpool membawa serta 18 punggawanya ke Atartuk Stadium tanpa terkecuali Dietmar Hamman yang 3 hari sebelumnya mengalami masalah dengan hamstring namun dia tidak akan pernah menyangka bahwa perannya nanti sangat vital.

Liverpool memulai babak kedua dengan bermain langsung menyerang. Sebuah gebrakan Harry Kewell tercipta setelah menang duel lari man to man lawan salah satu bek Olympiakos. Kewell melepaskan sebuah umpan manis ke kaki Sinama Pongolle dan membawa Liverpool menyamakan kedudukan 1-1. Liverpool makin percaya diri. Liverpool butuh 2 gol lagi sampai akhrnya Neil Mellor membawa Liverpool unggul setelah memanfaatkan kemelut di depan gawang Nikopolidis. 2-1 untuk Liverpool. Keunggulan tersebut nyatanya belum cukup untuk memastikan Liverpool lolos ke fase knock out. Liverpool mulai mengurung pertahanan Olympiakos. Momen yang ditunggu akhirnya datang. Carra yang saat itu naik membantu serangan Liverpool mengirimkan sebuah umpan lambung ke kepala Mellor. Neil Mellor yang melihat posisi Stevie kosong langsung pantulkan bola tersebut ke tengah tepat di jarak bidikan Stevie G. Steven Gerrard yang sudah dari tadi menunggu akhirnya menemukan posisi yang pas untuk membidik bola tersebut. Sebuah tendangan setengah first time dengan tingkat akurasi 100% tepat plus daya hujam yang keras membuat satu stadion Anfield bersorak riuh. Steven Gerrard bawa Liverpool unggul 3-1 ata Olympiakos pada salah satu malam comeback hebat pada season tersebut. Komentator Sky Sport saat itu Andy Gray dan Martin Tyler pun sampai teriak “ Oh beauty, What a hit, son “ berulang-ulang 2 komentaor itu puji gol Stevie G (Panggilan akrab gerrard). Atmosfer satu stadion Anfield pun berubah darinya tadi tegang sampe ke ubun-ubun menjadi sebuah kelegaan massal. Liverpool lolos
 Inilah awal yang menyakinkan Liverpool yang maju ke fase knock-out sebagai runner up group menemani AS Monaco yang menjadi juara Grup A. Liverpool unggul perbedaan goal dari Olympiakos walaupun sama-sama mempunyai poin 10, Liverpool yang lolos dari lubang jarumDi fase knock-out Liverpool dipertemukan juara grup B,Bayern Leverkusen. yang mengungguli Madrid di grup B. Liverpool Seperti tanpa kesulitan. Liverpool melenggang di dua pertemuan kandang dan tandang yang masing-masing tercipta skor 3-1 sehingga menciptakn agregat besar 6-2. Luis Garcia, Milan Baros, John Arne Risse, Didi Hamman masing-masing menyumbangkan goal di kedua pertemuan melawan Leverkusen.

Pada drawing yang dilakukan di markas besar UEFA di Nyon, Swiss, Liverpool dipertemukan dengan Juventus di perempat final. Semua orang tertuju pada peristiwa paling memilukan publik sepakbola Eropa 23 tahun yang lalu, Tragedi Hesyel yang menewaskan 39 suporter. Polemik sempat muncul akan adanya isu boikot pertandingan oleh pihak keluarga korban terutama fans Juventus namun hal tersebut tidak terjadi. Pertandingan pertama di gelar di Anfield.Diawali sebuah upacara penghormatan untuk 39 korban tragedy Hesyel. Upacara ini juga dihadiri oleh dua legenda masing-masing klub, Ian Rush dan Platini.

upacara itu tidak mengurangi tensi pertandingan saat dimulai. Sami Hyypia buka keunggulan Liverpool melalui tandukannya setelah memanfaatkan sepak pojok. 1-0 Liverpool. Tak berselang berapa lama, Luis Garcia memperlihatkan sebuah tendangan spektakular dari jarak sekitar 25 meter menghujam jala Gigi Buffon. 2-0 keunggulan Liverpool pada babak pertama. Gambaran para suporter saat itum Liverpool bakal lewati babak kedua dengan mudah. Namun tidak...Di babak kedua Juventus mulai bermain menyerang sampai pada akhirnya lemahnya kordinasi lini belakang Liverpool mampu dimanfaatkan Fabio Cannavaro mencetak goal tandang untuk Juventus yang mungkin menjadi modal utama Juve untuk habisi LFC di Turin. Pertemuaan kedua berlangsung di Turin, Juventus minimal memerlukan kemenangan 1-0 atas Liverpool untuk memuluskan jalan mereka ke semifinal. Namun Liverpool adalah Liverpool, dengan segalah kegigihan sampai akhir pertandingan, keunggulan 2-1 dari Anfield mampu dijaga Liverpool. Liverpool yang saat itu langsung dicap bermain super defensive dan sedikit pragmatis oleh Juventus, namun Rafa Benitez menolak berkomentar.

Liverpool melenggang ke semifinal dan ditunggu Chelsea. Chelsea yang saat itu dipredikatkan sebagai tim kaya baru tidak mampu memperlihakan sisi uang mereka saat mereka ditahan LFC di Stamford Bridge dengan skor 0-0
Di Anfield, Mou tetap dengan raut muka Songongnya sengaja menuliskan sebuah tulisan di kaca depan bus yang membawa Chelsea ke Anfield. Dalam tulisan tersebut tertulis “Yang dua telah tumbang, satu lagi menyusul “ namun nampaknya tulisan tersebut tidak berpengaruh di lapangan. Babak pertama, kedua tim bermain dengan tempo biasa.

Chelsea pun merasakan keriuhan Anfield sehingga mereka sulit mengembangkan permainan. Stevie G melakukan sebuah pergerakan mencari kawan,menemukan Milan Baros berlari cepat masuk dengan ke dalam kotak penalti Chelsea, Baros menemukan Petr Cech siap menyergap bola tersebut dan hasilnya Cech malah meninju muka Milan Baros dan bola pun bergerak liar. Bola liar pun langsung disambar Luis Garcia yang berdiri bebas. Bola langsung menuju ke gawang kosong sebelum disapu oleh Gallas yang datang dari entah kemana ditemani John Terry yang tidak mampu berbuat apa-apa. Tidak ada yang tahu sampai sekarang apakah bola tersebut melewati garis apa tidak, yang jelas hakim garis langsung memberikan tanda kalau bola telah lewat garis gawang. wasit mengesahkan goal tersebut Liverpool bersorak.

Walaupun misalnya pas waktu itu gol Luis Garcia gak disahkan oleh wasit, Liverpool tetap berhak diberikan sebuah penalti atas pelanggaran yang dilakukan Cech. Di babak kedua, Chelsea semakin bermain menyerang dan tidak memperdulikan lini pertahanan mereka yang semakin terbuka. Namun hasil yang mereka dapat karena kesombongan mereka hanyalah sebuah isapan jempol karena Liverpool mampu keluar sebagai pemenangnya. Setelah wasit meniupkan peluit panjang, Euforia Anfield meledak bagaikan sebuah peluncuran roket antarikasa.Liverpool ke final Liga Champions. Steven Gerrard dkk langsung melakukan selebrasi dan merayakan semuanya ke setiap sudut lapangan Anfield. Final ke 6 untuk Liverpool. Sementara itu Jose Mourinho yang langsung diwanwancarai wartawan mengatakan bahwa dia tidak akan pernah mengakui goal Luis Garcia tersebut. Dia menggangap keriuhan Anfield-lah yang mencetak gol tersebut serta menyebut keputusan hakim garis telah diintervensi oleh para suporter. Namun ocehan Mou tersebut hanya dianggap angin lalu karena dalam kenyataan Liverpool berhasil melaju ke final lagi setelah 22 tahun lamanya. Liverpool segera bersiap untuk sebuah final paling bersejarah di kasta sepakbola tertinggi di Eropa.
Setelah menyelesaikan seluruh sisa pertandingan di EPL. Liverpool hanya mampu finish di peringkat ke 5 di bawah Everton, Liverpool sadar satu-satunya jalan yang harus Liverpool tempuh demi kembali ke Liga Champions musim depan adalah memenangi laga pamungkas di Istanbul itu. Di luar teknis pertandingan, pemerintahan Turki sempat meragukan Final ini akan berjalan mulus dikarenakan ketakutan mereka akan ulah Hooligans yang datang ke Istanbul dan ketakutan mereka tidak terbukti. Final tersebut dijaga 6000 petugas keamanan. Namun yang lebih ditakutkan oleh panitia adalah membeludaknya penonton yang datang ke Turki. 100.000 orang diperkirakan datang ke Istanbul Alokasi tiket untuk final ini disediakan sekitar 65.000 tiket dengan pembagian setiap tim kebagian 20.000 dan 7.500 nya dijual via Online dan sisanya dialokasikan untuk kegiatan Football Family. Dalam waktu beberapa hari setelah dibuka, tiket final tersebut ludes.

pun melaporkan sekitar 30.000 Liverpuldian melakukan perjalanan ke Istanbul melalui jalan darat maupun udara namun hanya sekitar 20.000 suporter yang akan kebagian tiket menonton. Sisanya memadati pub-pub dipinggiran stadion Sebelum pertandingan banyak yang meragukan Liverpool akan keluar sebagai pemenang karena hanya dijadikan team underdog. Dan banyak komentar tersebut datang dari fans United seperti yang dikatakan oleh Rob Smyth, seorang pengurus Manutd fans. " Aku tidak pernah mengerti kenapa semuanya menyampah untuk mendukung Liverpool. Saya pikir, Liverpool akan dihabisi Milan " Rob Smyth. Namun Stevie G balas semua komen negatif tersebut dengan kalimat " Lifting the trophy has to be the best feeling ever (menyindir)". Dalam bursa taruhan pun, hampir 74 % betting bookers manaruh uang mereka untuk kemenangan AC Milan. Yang paling mencolok lagi adalah mengenai pakaian yang dikenakan. Saat Liverpool tiba di Stadium, para pemain hanya menggenakan setelan pakaian training santai dengan style seadanya dan yang beda adalah Saat pemain AC Milan semua pemain turun dari bus dengan setelan jas bermerek serta sepatu Van Tovel hitam mengkilat. Namun semua hal yang meremehkan Liverpool tersebut, akan segera berakhir.....

Liverpool berutung bisa memilih jersey warna apa yang akan mereka pakai.Jersey merah yang mereka kenakan saat final dengan putih untuk Milan dikarenakan Liverpool yang menjadi tuan rumahnya. Wasit yang memimpin pertandingan final saat itu yang dipilih UEFA adalah Manuel Mejuto González, wasit asal Spanyol yg dikenal tegas. Mejuto Gonzales dibantu Clemente Plou, Oscar Samaniego sebagai hakim garis dan Arturo Dauden Ibáñez sebagai wasit keempat.
Liverpool: Dudek, Finnan, Carragher, Hyypia, Traore, Luis Garcia, Gerrard, Xabi Alonso, John Arne Riise, Harry Kewell, Milan Baros. Subtitusinya: Scott Carson, Josemi, Dietmar Hamann, Antonio Núñez, Igor Bišćan, Djibril Cissé, Vladimír Šmicer

AC Milan: Dida, Cafu, Jaap Stam, Nesta, Paolo Maldini, Gennaro Gattuso, Andrea Pirlo, Clarence Seedorf; Kaka, Hernan Crespo, Shevchenko. Milan subtitusi: Christian Abbiati, Kakha Kaladze. Alessandro Costacurta. Rui Costa, Vikash Dhorasoo, Serginho, Jon Dahl Tomasson

Skema awal, Liverpool terapkan formasi 4-4-1-1 dengan menaruh Milan Baros sebagai ujung tombak yang disupport Kewell dan Luis Garcia. Steven Gerrard bertugas sebagai advance playmaker sedangkan Xabi sebagai supplier. Ini lah hal yang pincang di babak pertama, Liverpool tidak menyadari potensi serangan Milan yang bertumpu pada seorang Kaka.Liverpool tidak memasang pemain penutup pergerakan Kaka. Sedangkan Milan, format awal mereka di babak pertama memang mereka rancang untuk menghabisi lini tengah Liverpool. Sedangkan Kaka dibiarkan bermain sendirian dengan kreasi dia sendiri untuk melayani dua bomber AC Milan, Shevchenko dan Crespo. Fakta yang menarik adalah, reporter BBC mencatat bahwa keriuhan di stadion menjelang pertandingan, didominasi oleh fans Liverpool dengan 1:7.


1' Wasit peluit kick off untuk menandakan pertandingan telah dimulai. Baru berjalan sekitar 35 detik'an, Paolo Maldini berhasil menjebol gawang Dudek lewat tendangan volinya. Maldini memanfaatkan free kick Andrea Pirlo dari sisi kiri pertahanan Liverpool. Pirlo dengan jeli melihat situasi kelemahan pertahanan LFC. 18' Harry Kewell menambah daftar panjang penderitaan Liverpool dibabak pertama. Lututnya tidak mampu lagi untuk melanjutkan final. Smicer masuk menggantikan Kewell. 20.000 traveling kop yang datang ke Ataturk tidak henti-hentinya memberikan nyanyian, teriakan agar para pemain LFC bangkit. Sebelum persis memasuki menit ke 38, Liverpool lebih sedikit bisa menekan, namun pergerakan Kaka lagi-lagi menjadi masalah yg dikhawatirkan. Dan akhirnya petaka ke 2 pun datang, Luis Garcia dijatuhkan Nesta dalam kotak penalti Milan. Namun wasit mengacuhkan kejadian tersebut. Pertahanan LFC tidak siap menerima serangan balik yang dilakukan Sheva sampai dia memberikan sodoran dari kiri hingga menemui Crespo. Crespo dengan mudah menceploskan bola ke gawang Dudek tanpa pengawalan berarti. 2-0 untuk Milan. Peruntungan AC Milan tidak habis disitu saja,beberapa menit kemudian, Kaka kembali menjadi malapetaka. Pergerakan dia ditengah lolos dari pengawasan Xabi Alonso dengan cerdik melihat pergerakan tanpa bola Crespo.Langsung saja dia lambungkan bola,dan mampu dikontrol Crespo tanpa ada kesulitan menaklukkan Jerzy Dudek. Jamie Carragher tak sempat menjangkau Crespo saat itu karena sudah kalah pace duluan. 3-0 untuk AC Milan. Sebuah bencana yang krusial bagi Liverpool dimana mereka tidak mampu menahan Milan.
Half time:
apa sebenarnya yang dilakukan Rafa Benitez saat berada di dressing room untuk membangkitkan rasa semangat pemain Liverpool yg tengah drop? inilah beberapa pernyataan pemain Liverpool yang berada di dressing room......

Steven Gerrard: Rafa masuk ke ruang ganti, menenangkan kita semua, menulis sesuatu di papan taktik dan dia berkata " yang harus kita lakukan hanyalah mencoba mencetak goal seawal mungkin dan itu akan merubah segalanya, percaya " aku hanya duduk termenung dan berpikir kalau semuanya telah berakhir saat itu "

Jerzy Dudek: " Rafa hanya mengatakan bahwa kita adalah Liverpool Football Club dan kita tidak mungkin terbantai. ikuti suara-suara riuh fans di luar sana "

Djimi Traore: " Saat kami sedang berada di ruang ganti, kami semua mendengar AC Milan sedang merayakan kemenangan mereka di babak pertama mereka merayakan seolah mereka telah juara. Namun mereka tak sadar bahwa mereka lah yang memicu rasa 'lapar' kami di babak kedua "

Luis Garcia: " Saat kami semua duduk termenung diruang ganti, kami mendengar para fans tanpa henti menyanyikan YNWA di luar sana, apa kamu bisa membayangkannya? kita tertinggal 3-0 dalam sebuah final namun 45.000 fans masih percaya kalau kita mampu bangkit."


Lanjut ke babak kedua, babak baru di mana sejarah baru akan tercipta dan babak baru akan hal yang tidak mungkin bisa dilupakan. Di babak kedua, Rafa memutuskan untuk memainkan Didi Hamann yang akan diplot sebagai holding and supplying midfielder agar Stevie dapat leluasa memainkan perannya sebagai dirijen. Xabi masih diplot sebagai supplier bola ke berbagai arah. Didi Hamann masuk mengantikan Finnan. Dengan masuknya DIdi Hamann secara otomatis, Liverpool bermain dengan 5 gelandang dengan Didi bantu cover Stevie. Luis Garcia menemai Baros di depan. Xabi Alonso tenang sebagai supplier sekaligus defensive midfielder.Traore digeser masuk agak dalam pertahanan.pusat serangan ada di Stevie
'54 Riise mencoba mengirimkan sebuah cross ke kotak penalti AC Milan, namun masih dapat di blok dan kesempatan kedua langsung dia manfaatkan Riise melihat Stevie tanpa pengawalan berada di dalam kotak penalti lawan, langsung dia kirim cross,sebuah tandukan Stevie masuk ke pojok kanan gawang Dida yang saat itu sudah mati langkah. 1-3 untuk Liverpool. Kapten Stevie langsung mengangkat kedua tangannya dan mengayunkan ke atas sampai 4 kali sebagai sinyal " hayo bangkit, hayo bangkit " dan dari momen itulah, Liverpool menemukan kembali semangat bertanding mereka.
Hanya dalam tempo 2 menit setelah terjadinya goal pertama, Liverpool kembali menunjukkan kelasnya dengan mengurung habis pertahanan AC Milan. Vladimir Smicer melepaskan tendangan geledek berjarak sekitar 20 meter dan meluncur akurat ke sudut pojok gawang Dida. Thanks to Carra yang melihat posisi leluasa Smicer.
Dan 3 menit kemudian, sebuah pergerakan tanpa bola Stevie masuk ke dalam kotak penalti untuk sodoran dari kanan. Dengan pengawalan ketat dari Gennaro Gattuso dan dengan sedikit trik gravitasi bumi dari Stevie, dia terjatuh. dan wasit langsung menunjukkan titik putih dan Liverpool mendapatkan penalti. Para pemain Milan langsung menghampiri sang wasit namun wasit tetap dengan pendiriannya. Xabi Alonso ditunjuk sebagai algojo. Xabi Alonso menendang bola ke arah kiri namun masih dapat diblok Dida, bola rebound langsung disambar Xabi yang lebih cepat bergerak. 3-3 kenyataan yang ada di papan skor. Dramatis, satu kata yang bisa menggambarkan apa yang dilakukan pemain Liverpool dalam tempo 6 menit saja.

Liverpool mulai mengendurkan serangan ketika memasuki menit ke 84. Rafa memasukkan final change yaitu Cisse mengantikan Baros. Sedangkan Milan? Carletto memperbaharui amunisi serangan dengan memasukkan Jon Dahl Tomasson menggantikan Crespo serta Serginho for Seedrof. Sampai akhir babak kedua skor berubah drastis. 3-3, semua fans Liverpool tak hentinya menyanyikan YNWA, Fields of anfield road dan lain-lainnya.  Pertandingan dilanjutkan melalui babak extra time. Stevie sekarang diplot sebagai bek kanan untuk membantu pertahanan Liverpool. Di extra time 1 dan 2, semuanya jadi milik Milan dan Jerzy Dudek. Di kedua babak ini, Milan menekan penuh namun Dudek lah yang jadi pusat perhatian. Karena setidaknya ada 3 saves penting di interval tambahan ini. Yang terheroik saat mementahkan 2 peluang emas depan mulut gawang oleh Sheva dalam satu momen.
Akhirnya pertandingan harus dilanjukan ke babak tos-tosan a.k.a adu penalti. Rafa menunjuk Hamann,Cisse,Smicer,Riise sebagai algojo pertama. Sementara itu, Carletto menunjuk Serginho, Pirlo, Kaka, Tomasson dan Sheva sebagai algojo mereka. Penendang pertama AC Milan, Serginho melayangkan bola entah kemana, Didi Hamann menyelesaikan tugasnya dengan baik walaupun dia sempat mengeluh sakit di kakinya saat babak extra time. Pirlo juga menjadi penendang yg gagal setelah tendangannya dimentahkan Dudek. Cisse yang pada pertandingan terakhir vs Aston Villa mencetak goal lewat titik penalti, kali ini dia sukses pula mempecundangi Dida. 2-0. Jon Dahl Tomasson maju dan menyelesaikan tendangan dengan baik membuat score pertama Milan dalam adu penalti sebelum Smicer datang dan memperpanjang jarak menjadi 3-1.Kaka berikutnya ambil giliran, tanpa cacat dia ceploskan bola walaupun Dudek sudah melakukan apa yang dianjurkan Carra untuk mengikuti goyangan spagetti ala Bruce Grobbelaar. 3-2. Riise maju untuk mengesekusi penalti, namun sayang tendangannya masih mampun dimentahkan DIda. Dan penendang terakhir datang, Andriy Shevchenko menghadapi Dudek. Sheva taruh bola, )ambl bidikan ke tengah,namun dia salah perhitungan waktu.Dudek sudah salah gerak,tapi bola masih dapat teraih dirinya. LIVERPOOL BERSORAK!!!!!!!

LIVERPOOL ARE THE CHAMPION OF THE EUROPE, AGAIN. Akhirnya setelah penantian panjang 20 tahun lamanya, Liverpool berhasil memecahkan kutukan 20 tahun lamanya. Sebuah pertandingan paling dramatis yang pernah ada, yang paling menyedot banyak perhatian dan yang paling banyak menyimpan nilai kehidupan. Atas raihan gelar kelima ini, Liverpool dianugerahi UEFA Badge Of Honour atas keberhasilan mereka meraih trofi eropa yang kelima yang artinya Liverpool berhak untuk menyimpan trophy asli Liga Champions.

biografi pelatih liverpool

 pelatih lverpool
Brendan Rodgers (lahir 26 Januari 1973; umur 41 tahun) adalah seorang mantan pemain sepak bola berkewarganegaraan Irlandia Utara yang saat ini menjadi manajer untuk klub Liverpool[1].
Rodgers memulai kariernya sebagai pemain sepakbola di klub Ballymena United sebelum berpindah ke Reading, di mana Rodgers didiagnosis dengan sebuah penyakit yang membuatnya terpaksa pensiun pada umur 20 tahun. Rodgers sempat melatih untuk tim muda Reading sebelum diundang untuk bergabung dengan Chelsea sebagai manajer tim cadangan pada tahun 2004.
Pada bulan November November 2008, beliau ditunjuk untuk menjabat sebagai manajer Watford, sebelum kembali lagi ke Reading untuk menggantikan Steve Coppell, manajer Reading terdahulu, yang berhenti menjabat pada bulan Juni tahun 2009. Ia lalu meninggalkan Reading melalui kesepakatan bersama pada bulan Desember tahun 2009, lalu menjadi manajer di Swansea City. Tahun berikutnya Rodgers berhasil membawa Swansea City menjadi klub asal Wales pertama yang berhasil memasuki klasemen Liga Utama Inggris, dan juga membawa klub ini ke peringkat 11 di musim pertama mereka. Pada bulan Juni 2012, Rodgers dilantik sebagai manajer baru Liverpool, menggantikan Kenny Dalglish.

Kehidupan awal

Rodgers dilahirkan di Carnlough dari orang tua yang bernama Malachy dan Christina,[2] sebagai anak tertua dari lima bersaudara.[3] Rodgers menempuh pendidikan di St. Patrick's College di Ballymena.[4] Sebelum mulai bermain sepak bola di umur 13 tahun, ia sempat menjadi atlit Gaelic football dan hurling di Carnlough.[4] Rodgers tumbuh sebagai suporter Celtic.[4][5]

Karier klub

Rodgers memulai karier sepak bolanya di Irlandia Utara sebagai bek untuk klub Ballymena United.[6] Ia tampil di liga sebanyak 12 kali dalam tiga tahun sebelum bergabung dengan Reading pada umur 18 tahun. kariernya sebagai pemain sepak bola berakhir pada umur 20 tahun karena sebuah penyakit lutut yang genetik.[7][8]

Karier manajerial

Watford

Pada tanggal 24 November 2008, Rodgers resmi menjabat sebagai manajer Watford untuk Liga Champions. Ini adalah pertama kalinya Rodgers menjabat sebagai manajer, setelah sebelumnya melatih tim usia muda Reading dan tim cadangan Chelsea.[9] Watford hanya menang dua kali dari 10 pertandingan di liga, dan pada bulan Januari turun ke zona degradasi. Namun kualitas Watford meningkat secara dramatis, dan Rodgers berhasil membawa mereka ke peringkat 13.[10]

Reading

Setelah Steve Coppell mengundurkan diri dari jabatannya sebagai manajer Reading, Rodgers dengan cepat menjadi calon terfavorit untuk menggantikannya.[11] Namun Rodgers menolak untuk meninggalkan Watford karena merasa sedang berkonsentrasi penuh terhadap Watford[12] dan menganggap orang-orang yang mengidentikkannya dengan klub lain sebagai orang-orang yang meragukan integritasnya.[13] Rodgers akhirnya setuju untuk menjadi manajer Reading pada tanggal 5 Juni 2009 setelah terjadi kesepakatan sebesar £500.000, yang kemudian naik menjadi £1 juta.[14][15] Juru bicara pendukung Watford menyatakan bahwa reputasi Rodgers saat itu telah rusak berat di mata para pendukung, namun kemudian "berterima kasih kepada Rodgers atas usahanya pada musim lalu dan mendoakan yang terbaik baginya di masa mendatang".[16] Pada tanggal 11 Agustus 2009, Rodgers meraih kemenangan pertamanya sebagai manajer Reading setelah mengalahkan tim League Two, Burton Albion, dengan skor 5-1 dalam putaran pertama Liga Inggris. Meskipun memberi awal yang baik, namun pertandingan-pertandingan Reading berikutnya berujung mengecewakan. Sebagai hasilnya, Rodgers pun meninggalkan Reading melalui kesepakatan bersama pada tanggal 16 Desember 2009.[17]

Swansea City

Rodgers memulai jabatannya sebagai manajer Swansea City untuk Liga Champions pada tanggal 16 Juli 2010.[18] Ia membawa awal yang penuh kejayaan dengan hasil yang sangat baik, hingga Rodgers pun diberikan penghargaan sebagai Championship Manager of the Month pada bulan Februari 2011 setelah Swansea menjuarai lima dari enam pertandingan liga yang mereka mainkan pada bulan itu, dengan empat pertandingan yang dilewati tanpa kebobolan satu gol pun.[19] Pada tanggal 25 April 2011, Rodgers berhasil mengamankan posisi Swansea City dalam pertandingan penentuan Liga Champions untuk kemudian naik ke Liga Utama Inggris, dengan kemenangan 4-1 terhadap Ipswich Town di Stadion Liberty.[20] Pada bulan Mei 2011, Rodgers membawa Swansea ke Final Liga Champions setelah mengalahkan Nottingham Forest.[21] Di pertandingan ini Rodgers berhadapan dengan klub terdahulunya, Reading, di Wembley pada tanggal 30 Mei 2011, dan membawa Swansea menang dengan skor 4-2 berkat hat-trick dari Scott Sinclair. Swansea pun menjadi tim asal Wales pertama yang berhasil naik ke Liga Utama Inggris.[22]
Kemenangan pertama Rodgers sebagai manajer klub Liga Utama diraih pada tanggal 17 September 2011, saat Swansea mengalahkan West Bromwich Albion dengan skor 3–0 di Stadion Liberty.[23] Meskipun sebelum musim dimulai banyak yang memprediksi Swansea akan terdegradasi, mereka melanjutkan musim dengan impresif saat mereka terus meraih poin dalam pertandingan melawan Liverpool, Newcastle United, Tottenham Hotspur dan Chelsea, sehingga Swansea aman dari zona degradasi.[24][25][26][27] Pada bulan Januari 2012 Swansea meraih kemenangan pertama di luar kandang di musim tersebut saat menghadapi Aston Villa. Satu bulan kemudian mereka menaklukkan Arsenal dengan skor 3–2 di kandang dan membendung Chelsea dengan hasil seri 1-1. Rentetan kemenangan ini membuat Rodgers dianugerahi penghargaan Premier League Manager of the Month pertamanya.[28][29][30] Pada bulan Februari 2012, Rodgers menandatangani kontrak barunya yang mengikatnya dengan Swansea untuk tiga setengah tahun ke depan, hingga bulan Juli 2015.[31] Swansea mengakhiri musim perdana mereka di Liga Utama Inggris di posisi ke-11.

Liverpool

Pada tanggal 1 Juni 2012, Rodgers diresmikan sebagai manajer Liverpool untuk menggantikan Kenny Dalglish yang dikeluarkan dari klub ini dua minggu sebelumnya.[32] Dalam sebuah konferensi pers yang digelar pada jam 10.00 hari yang sama, John W. Henry, pemilik utama klub Liverpool di bawah perusahaan induk Fenway Sports Group, menyatakan bahwa "pemilihan Brendan Rodgers sebagai manajer Liverpool adalah satu langkah terpenting dalam membangun klub sepak bola yang dapat memuaskan para pendukung di dalam dan di luar lapangan."[32] Pemilihan Rodgers juga didukung oleh Jose Mourinho.[33]

Kehidupan pribadi

Rodgers telah menikah dan memiliki dua anak.[34] Anak laki-lakinya, Anton, yang lahir pada hari ulang tahun Rodgers yang ke 20 pada tahun 1993,[35] juga adalah seorang pemain sepak bola profesional yang tergabung dalam klub Brighton & Hove Albion.[36] Anton sempat bergabung dengan akademi sepak bola Reading sebelum pada tahun 2004 berpindah ke akademi sepak bola Chelsea di mana Anton mendapatkan beasiswa pada tahun 2009, namun beasiswa tersebut dilepaskannya pada tahun 2011. Rodgers juga memiliki seorang anak perempuan yang bernama Mischa.[34][35]
Rodgers mampu berbicara bahasa Spanyol dan sedang mempelajari bahasa Italia.[35] Pada bulan Juni 2011, sebagai penghormatan terhadap ibunya yang meninggal pada tahun 2010 dan ayahnya yang meninggal pada tanggal 10 September 2011 karena kanker, Rodgers bergabung dengan sebuah tim yang mewaliki Liga Sepak Bola untuk mendaki Gunung Kilimanjaro dengan bantuan lembaga Marie Curie Cancer Care.[2] Dalam pendakian ini juga bergabung Aidy Boothroyd, manajer Watford sebelum Rodgers.[37] Rodgers memiliki nama panggilan "Buck Rodgers", sesuai sebuah karakter fiktif yang bernama sama.[9][3


partner liverpool


Main Club Sponsor
Kit Supplier
Official Training Kit Sponsor
Official Partners
Regional Marketing Partner

biografi pemain liverpool

Biografi Steven Gerrard - Kapten Liverpool

steven gerrard, biografi, liverpoolSteven George Gerrard lahir di Whiston, Inggris, 30 Mei 1980, Gerrard mulai bermain bersama tim lokal, Whiston Juniors. Dia mendapat perrhatian dari pencari bakat Liverpool dan bergabung dengan akademi junior the Reds saat usianya 9 tahun. Dia hanya bermain dalam beberapa pertandingan, karena perkembangannya yang lambat membuat dia hana bermain dalam 20 pertandingan saat berusia 14 hingga 16. Diusia 14, Gerrard memperoleh kesempatan bertanding dengan beberapa klub, termasuk Manchester United.

Dalam autobiografinya, dia mengatakan "untuk menekan Liverpool agar memberi saya kontrak." selama masa tersebut dia sempat mengalami kecelakaan yang disebabkan garpu taman yang berkarat yang dapat menyebabkan dia kehilangan jari kakinya. Gerrard menandatangani kontrak profesional pertamanya bersama Liverpool pada 5 November 1997.

Gerrard membuat debutnya bersama tim utama Liverpool pada 29 November 1998 di babak kedua menggantikan Vegard Heggem saat berhadapan dengan Blackburn Rovers, dan penampilan pertamanya sebagai starter terjadi dalam Piala UEFA melawan Celta Vigo. Sebagai penganti dari Jamie Redknapp yang cedera, Gerrard bermain dalam 13 pertandingan untuk Liverpool pada musim tersebut.

steven gerrard, biografi, liverpool
Pada musim 1999-2000 manajer Gérard Houllier menempatkan Gerrard berpasangan dengan Jamie Redknapp sebagai gelandang tengah. Setelah menjadi starter dalam 6 pertandingan awal, Gerrard diturunkan ke dalam bangku cadangan saat derby lokal melawant Everton. Gerrard menggantikan Robbie Fowler pada menit ke 66 namun kemudian dikeluarkan setelah menerima kartu merah pertama dalam kariernya karena pelanggaran terhadap pemain Everton Kevin Campbell di menit ke 90. Di musim tersebut, Gerrard mencetak gol pertamanya untuk tim senior saat menang 4–1 atas Sheffield Wednesday.

Tulang belakangnya sering mengalami masalah. Pada saat itu, banyak wartawan mengabarkan rumor, sehingga fans sempat
menduga bahwa mereka tidak akan pernah melihat Gerrard menyelesaikan kompetisi. Namun, manajer Gerard Houllier segera mengambil langkah yang berguna serta membayar spesialis untuk mengatasi masalahnya.list help.

Setelah bekonsultasi dengan konsultan olah raga (kesehatan) Hans-Wilhelm Müller-Wohlfarth, didiagnosisi bahwa masalah Gerrard disebabkan oleh pertumbuhan yang telalu cepat pada tulang belakangnya. Setelah menjalani perawatan dan Liverpool F.C. memastikan bahwa masalah ini tidak akan muncul kembali. Namun kemudian Gerrard mengalami masalah di selangkangannya, dan membutuhkan empat kali operasi untuk mengatasi masalah ini. Kemudian dia pergi ke seorang spesialis asal Perancis untuk mengatasi masalah dengan cederanya, yang diakibatkan pertumbuhan yang terlalu cepat dan terlalu sering bermain bola saat kecil.

Di musim "treble" 2001, Gerrard meningkat menjadi pemain yang berpengaruh di tim Liverpool dimana dia menjadi semakin matang dan permasalah dan dengan cederanya semakin berkurang. Dia menjadi bagian penting saat Liverpool bertanding dalam musim kompetisi 2001-2002 dimana dalam klansemen akhir, Liverpool menempati peringkat kedua dengan raihan nilai terbanyak dalam satu dekade terakhir. Selama musim tersebut, Houllier mengalami masalah dengan kesehatan jantung yang mengharuskannya untuk menjalani operasi. Pada saat Liverpool diprediksi untuk kembali berkibar dalam pesepakbolaan Inggris, namun setelah Houllier sakit, Liverpool mengalami kemerosotan. Penampilan tim kembali meningkat setelah Gerrard dan Michael Owen menjadi bintang yang menjadi inspirator untuk meraih kemenangan.

steven gerrard, biografi, liverpool
Ia juga sangat disegani oleh penggemar-penggemar klub yang bermarkas di stadion Anfield tersebut, rekan-rekan setim di klub maupun timnas Inggris serta masyarakat Inggris secara keseluruhan. Tahun 2006 ia terpilih sebagai pemain terbaik di Inggris oleh Asosiasi Pesepak Bola Profesional Inggris (PFA). Di tim nasional sepak bola Inggris ia memulai debutnya pada tahun 2000 dan hingga saat ini telah tampil sebanyak 67 kali dan mencetak 13 gol. Gerrard akrab disapa dengan panggilan Stevie G. Steven Gerrard memiliki 2 orang anak perempuan bernama Lily Ella dan Lexie. Ia juga telah menikah dengan seorang wanita bernama Alex Curran pada musim panas 2007.